Saturday, March 17, 2007

Tokoh Al-Ikhwan: Sikap Respresif Bisa Jadi Bumerang Bagi Pemerintah Mesir

Dr. Abdul Mun’im Abul Fatuh, anggota Maktab Irsyad Jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun di Mesir mengecam sikap Barat yang mendukung kekerasan pemerintah Mesir terhadap Al-Ikhwan. Menurut Abul Fatuh, sikap represif yang terus menerus dilakukan pemerintah Mesir terhadap para Ikhwan, bisa membuka pintu kekerasan lain dari pihak yang dizalimi.
Abul Fatuh memandang sikap keras pemerintah Mesir itu dilatarbelakangi oleh sikap Al-Ikhwan yang sangat keras memerangi KKN yang marak terjadi dalam birokrasi pemerintah, dan ingin melakukan perbaikan politik.
Dengan tajuk “Kekerasan Pemerintah terhadap Organisasi Terbesar Bisa Membuka Pintu Kekerasan Lain”, Abul Fatuh menulis artikelnya di harian The Guardian terbitan Inggris (16/3). Dalam artikel tersebut, Abul Fatuh menuliskan, “Di tengah sikap diam dunia terhadap orang-orang yang menuntut demokratisasi dan reformasi, para reformis Mesir justru dibenturkan dengan penjara militer. Mereka adalah Khaerat Syatir, Dr. Muhammad Ali Basyar pakar geologi dan Dr. Khaled. ” Menurut Abul Fatuh tindak pengadilan militer terhadap sejumlah tokoh Al-Ikhwan di Mesir adalah upaya pemerintah untuk lari dari krisis internal yang memang tengah melanda pemerintah. Sementara para tokoh Al-Ikhwan sangat keras memerangi dan membongkar berbagai kasus korupsi yang terbukti merugikan negara. Lalu untuk mengalihkan isu, tambah Abul Fatuh, pemerintah Mesir justru mengangkat isu “kelompok teroris dan ekstrim” atas Al-Ikhwan Al-Muslimun.
Di samping keras memerangi korupsi, Al-Ikhwan sebagai kelompok oposisi terbesar di Mesir juga menuntut revisi undang-undang no. 34 yang berisi system pemilihan presiden. Mubarak memang telah merevisi undang-undang tersebut, namun menurut Al-Ikhwan tak ada yang signifikan dari revisi yang dilakukan Mubarak, lantaran tidak menyentuh aspek prinsip soal pembatasan masa jabatan kepresidenan yang justru menjadi inti polemik. Dalam undang-undang tersebut juga masih melarang kemunculan partai partai politik berlatarbelakang agama.
Abul Fatuh mengatakan, Al-Ikhwan tidak melandaskan sasaran tujuannya secara sepihak untuk membuat sebuah negara agama. “Kami sangat menghormati pilihan masyarakat melalui kotak pemilu. Dan kami juga memiliki banyak calon legislatif perempuan dalam pemilu, bahkan mendorong kaum perempuan untuk beraktifitas. ” Lebih tegas Abul Fatuh menerangkan, “Al-Ikhwan telah berusaha mendukung perkembangan demokrasi di Mesir sejak dua tahun lalu. Mereka adalah kelompok yang meminta pembangunan negara di atas penghormatan terhadap HAM dan prinsip pembangunan yang terus menerus. ”
Seperti diketahui, Al-Ikhwan melalui calon-calon independennya telah mengikuti pemilu legislatif dan menguasai 88 kursi parlemen Mesir dari total 454 kursi. Pemilu dua tahun lalu itulah yang menjadikan Al-Ikhwan sebagai kekuatan oposisi terbesar di Mesir.(na-str/iol) Eramuslim Sabtu, 17 Mar 07 12:16 WIB

No comments: