Sunday, March 18, 2007

Yahudi dan Penyerangan Irak

Rencana penyerangan Irak oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris secara besar-besaran telah lama diketahui publik dunia. Sikap AS selalu konsisten. Bahkan, kala Irak menawarkan perundingan dengan PBB agar tim pemeriksa persenjataan dapat kembali bekerja, AS tetap menggolongkan Irak sebagai poros kejahatan, menuduh Presiden Irak Saddam Hussein membangun senjata perusak masal dan nuklir, serta membunuhi rakyatnya, dan karenanya harus digulingkan.Presiden AS George HW Bush benar-benar tidak peduli bahwa akibat Perang Teluk 1991, akibat embargo ekonomi lebih dari 10 tahun dan ribuan kali serangan udara ke Irak, telah gugur lebih dari 1,5 juta rakyat Irak, terutama anak-anak, perempuan dan kaum lanjut usia. Dengan situasi seperti itu, mustahil militer AS dan Inggris takkan menyerang Irak sama sekali, walau tim pemeriksa PBB telah kembali bekerja. AS telah memutlakkan sikapnya bahwa Saddam harus jatuh. Tapi, bukan cuma itu yang diinginkan AS. Sebab, jika begitu, AS tentu menuruti saran para perwira pembelot Irak, di mana pada pertemuan di London, Inggris, baru-baru ini, mereka menyatakan serangan besar-besaran belum tentu menjatuhkan Saddam, tapi sudah pasti membunuhi rakyat sipil. Karenanya, penguasa dan militer Muslim, ulama, politisi, cendekiawan, pers dan semua umat Islam wajib mengantisipasi masalah ini hingga tidak jatuh korban lagi. Tragedi Afghanistan sudah lebih dari cukup untuk mengingatkan bahwa aksi AS mungkin mampu menggulingkan pemerintahan yang dibencinya, tapi itu tidak pernah mampu menciptakan pemerintahan yang stabil dan dihormati rakyat, sementara selalu ada Muslim yang gugur, meski puncak perang telah berlalu akibat apa yang oleh AS disebut sebagai kesalahan interpretasi militer atau karena objek sipil berada di dekat sasaran utama.Nota protes diplomatik, demonstrasi atau cara apapun yang baru dilakukan setelah rakyat Irak diserbu habis-habisan takkan membuat anak-anak, Muslimah dan Muslim Irak yang gugur hidup kembali, juga takkan menyurutkan langkah AS karena mereka terbukti tak mengindahkan protes saat invasi ke Afghanistan. Kalau umat Islam mau protes atau berdemonstrasi, sekaranglah saatnya. Bila Irak sudah diserang, itu saat berjihad. Seluruh pejabat AS sepakat menyerang Irak. Perbedaan pendapat semisal antara Wapres Dick Cheney, Menhan Donald Rumsfeld, Deputi Menhan Paul Wolfowitz dan lain-lain di satu kubu, dengan kubu Menlu Colin Powell dan Direktur CIA (Dinas Intelijen Pusat AS) George Tenet, lalu pertentangan antara kubu Cheney dkk dengan pemimpin militer AS (Gabungan Kepala Staf/ Joint Chiefs of Staff/JCS), serta perdebatan di antara pejabat JCS sendiri, memang aktual dan kian hari makin tajam.Namun, perbedaan pendapat mereka hanya dalam cara dan kapan menyerang, bagaimana merekrut anggota aliansi terutama Arab Saudi, Yordania dan Turki, alat dan kesatuan mana yang dipakai sebagai pasukan pemukul terdepan, bagaimana menjaga Israel dari reaksi Irak dan umat Islam seperti saat Perang Teluk 1991, berapa biaya penyerangan dan pembentukan pasukan ''penjaga perdamaian'' usai penggulingan Saddam, dan lain-lain. Meski begitu, bahan perdebatan dan identitas mereka perlu diketahui agar bisa dilihat siapa sebenarnya yang berada di balik rencana invasi dan apa tujuan utamanya.Kubu Cheney adalah pihak yang ingin menyerbu Irak sesegera mungkin, dengan pasukan sebesar mungkin dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Mereka tidak peduli apakah negara Eropa dan Arab mendukung atau tidak. Juru bicaranya juga sangat vokal dan provokatif, yakni Paul Wolfowitz. Dia pernah menjadi Dubes AS untuk Indonesia. Dia Yahudi asli. Begitulah informasi dari kolumnis Frank Rich yang juga keturunan Yahudi, yang dimuat di koran milik kapitalis Yahudi The New York Times (11/5). Sementara Rumsfeld -- meski saya tidak tahu apakah dia Yahudi atau bukan -- atau Henri Kissinger (Kissinger Yahudi tulen) diduga kuat terlibat dalam penyingkiran Presiden Nixon. Awal penggulingan Nixon memang dimulai dari berita di koran Yahudi The Washington Post (WP), hasil bocoran dari orang yang oleh wartawan WP Bob Woodward dan Carl Bernstein disebut sebagai deepthroat.Sementara itu, berita di koran-koran Yahudi, baik di AS, Inggris maupun Israel, menunjukkan upaya sistematis agar tidak ada lagi keraguan menyerang Irak. Editorial Utama WP tanggal 4 Agustus 2002 yang berjudul The Iraq Debate makin menjelaskan konspirasi besar itu. Jadi, jelas yang paling menginginkan penyerangan Irak adalah komplotan Yahudi.Itulah penyebab mengapa Israel seperti cacing kepanasan, dimana dengan merekalah AS memfokuskan koordinasi serangan (Republika, 5/8), tidak dengan Kuwait yang pernah diduduki Irak atau dengan Yordania dan Turki yang daerahnya ingin dipakai sebagai basis serangan. Kubu Powell dan bekas anak buahnya di JCS agaknya terkenang dengan kemenangan dalam Operasi Badai Gurun. Sebagai Ketua JCS saat itu, Powell melihat dengan pasukan multinasional, risiko jatuhnya korban serdadu AS turun. Pada Perang Teluk 1991, mereka yang berperang konvensional dengan prajurit Irak justru dari Arab Saudi, Pakistan dan lain-lain. Pasukan AS hanya ikut mengebom dari udara, sebagai bukti kemajuan teknologi tidak berbanding lurus dengan keberanian seseorang.Selain itu, dengan membentuk aliansi, apakah dengan mandat PBB atau sekadar kumpulan beberapa negara, maka anggaran militer AS dapat dihemat. Sementara masuknya dana dari negara-negara aliansi, yang lebih besar daripada pasokan AS sendiri, merupakan rejeki nomplok para jenderal AS dan rekanannya dari industri senjata. Saat ekonomi AS belum keluar dari resesi, dan diguncang skandal perusahaan-perusahaan yang telah listing di bursa saham, maka dukungan dana negara-negara sekutu mutlak dibutuhkan. Apalagi, adanya tentara negara lain dalam perang bisa menjadi agen promosi senjata gratis dan langsung bisa dibuat kagum dengan teknologi AS. Masalahnya, bekas sekutu kunci dalam Perang Teluk 1991 tampak ragu-ragu. Ada tiga penyandang dana terpenting, yakni Arab Saudi, Kuwait dan Jepang. Namun, kini mereka tidak mendukung rencana Bush secara terbuka. Padahal, dari total biaya Perang Teluk 1991 sebesar 61,1 miliar dolar AS, sebanyak 48,4 miliar dolar (79 persen) berasal dari non AS. Partai Demokrat memprediksi, biaya penyerbuan kali ini mencapai 79,9 miliar dolar (NYT, 30/7). Beberapa kalangan memperkirakan biaya pembentukan pasukan penjaga Irak usai penggulingan Saddam adalah 16 hingga 20 miliar dolar per tahun (USA Today, 2/8). Padahal, pasukan itu bertugas minimal 10 tahun. Jadi, selain kepentingan Yahudi, penyerbuan Irak juga dimotivasi oleh uang dan mencaplok Irak sebagai produsen minyak raksasa. Ingat, sebelum diembargo, Irak adalah eksportir minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Dengan disedotnya minyak Saudi dalam kecepatan maksimal, serta sikap selalu mengabulkan ''permintaan'' AS untuk menambah pasokan bila harga minyak mentah naik, maka cadangan minyak dari tempat lain, yakni Asia Tengah, Irak dan lain-lain, sangat diincar. Rencana pembentukan pasukan ''penjaga perdamaian' itu juga makin membuktikan bahwa konspirasi Yahudi tak cuma hendak menyingkirkan Saddam. Bila cuma itu, mereka cukup mengirim pasukan khusus seperti saat menculik Presiden Panama, Jenderal Noriega. Apalagi, kini pesawat dan satelit mata-mata makin maju, dan ada informasi awal dari tim pemeriksa senjata PBB yang sering mengunjungi lokasi-lokasi strategis serta kediaman presiden. Mereka pun bisa menyadap semua informasi dari saluran komunikasi apapun selama informasi itu tidak disandikan. Siapa dan apa tujuan utama terlihat dari analisis keluarga kerajaan Kuwait, seperti dikutip NYT (30/7). Mereka khawatir penyerbuan Irak akan menjadi perang peradaban. Sebab, perang di Afghanistan dan dengan Israel masih terjadi. Lalu diungkap WP (1/8), dari seluruh realitas dan situasi yang dipertimbangkan pemerintah dan militer AS bahwa ''most important, perhaps, is the question of whether the Iraqi people would welcome the arrival of US (the United States of America) forces, or oppose it.''Terang sudah, rakyat Iraklah sasaran utama konspirasi penyerbuan Irak. Sebab, rakyat Irak telah membuktikan militansi Islamnya. Mereka tidak pernah menyerah kepada AS, Inggris dan Israel, meski anak dan keluarga mereka habis satu persatu, baik karena dibom, kelaparan atau terjangkiti penyakit. Sepuluh tahun lebih mereka terus dicoba dihancurkan, tapi kebencian mereka kepada AS makin menjadi-jadi.Bahkan, permusuhan telah meluas kepada ideologi sekulerisme, kapitalisme dan nilai-nilai Barat. Dengan halus, Kuwait ingin menyatakan kepada AS bahwa menyerang mereka yang membenci AS dan Yahudi secara idelogis, hanya akan memperkuat keinginan berpegang kepada ideologi dan sistem kehidupan lain yang bisa menandingi dan mengakhiri penjajahan Yahudi yang bermukim di AS dan Inggris. Sistem lain itu pasti Islam karena hanya Islam yang terbukti selalu bisa menghapuskan perbudakan manusia dengan manusia. Bahkan, sahabat Rasulullah saw, seperti Bilal dan Salim maula Abi Hudzaifah, adalah bekas budak yang lalu menjadi tokoh negara. Maka, persoalan Irak terkait dengan makin tersebarnya dakwah Islam untuk melanjutkan kehidupan manusia sedunia hanya berbasis keimanan kepada Allah, bukan kepada berhala-berhala Yahudi. Persoalan Irak adalah masalah kita. Bila kita biarkan mereka, cepat atau lambat Yahudi akan mengincar kita. Sebab, Yahudi bertujuan menjadikan semua negara, bangsa dan agama lain sebagai budak mereka.
Republika, Rabu, 07 Agustus 2002
Fahmi AP Pane
Penulis, Staf Ahli Anggota DPR RI

1 comment:

RifkyMedia™ said...

AS dan Israel Setan di dunia!